Senin, 31 Desember 2018

Memulai Zero Food Waste

Semua dimulai dari masa kanak-kanak dengan memori makan memakan yang nggak saya sukai. Sebelum saya masuk masa puber, perihal makanan itu seingat saya nggak ada yang nikmat. Nggak enak dan memakan waktu yang super lama. Saya tidak diperbolehkan berangkat sekolah tanpa sarapan dan menghabiskan sarapan, lebih baik terlambat sekolah daripada makanan tidak habis. Tidak pilah-pilih makanan, kami empat bersaudara 'terpaksa' memakan apapun yang sudah disediakan, adakalanya request lauk dan sayur berlaku, tapi ya seringnya tidak. Dulu kalau kita menolak makan hampir pasti sama ibu dibacakan buku tentang kelaparan di Afrika, pas gambar anak kena marasmus, perut buncit, kulit bersisik, rambut tipis, wajah tidak bercahaya, dan ekspresi rengekan semua itu menghujam kuat di memori kami. Saya dulu nggak terlalu paham kenapa soal makan saja begitu runyam, padahal banyak teman-teman yang oke-oke aja bekal makan nggak habis, kalau aku ya siap-siap suruh bertanggung jawab ngabisin sampai rumah.

Marasmus
Setelah aku lebih bisa mikir didikan orangtua yang keras tentang bagaimana memperlakukan makanan membuahkan hasil, kebiasaan menghabiskan makanan, hanya mengambil makanan benar-benar akan dimakan, cenderung tidak lapar mata, dan bertanggung jawab terhadap makanan yang dipilihnya.

Lontong Kupang
Contohnya kaya makanan di atas, waktu main ke Malang sarapan lontong kupang di warung pinggir jalan yang dipilih random tidak tau masakan warung tersebut enak atau tidak. Aku nggak pernah makan sebelumnya dan belum tau bentuknya seperti apa. Karena penasaran, yowis pilih menu itu. Ternyata makanannya sangat tidak sesuai seleraku, dan kupang (kerang kecil) tidak dibersihkan dengan baik, sulit rasanya menelan lontong kuah bening dengan kupang rebus dan bumbu minimalis. Tapi tak paksa habiskan biar nggak terbuang, saudara laki-lakiku juga berpikir demikian. Untung teh nya enak :)

Bayangkan kalau lontong tadi cuma saya makan satu suap lalu saya menyerah, mungkin kuah dan kupang-kupang berakhir di saluran pembuangan air, lontong padat yang lebih beruntung akan dimakan ayam, kalau tidak ya masuk tempat sampah begitu saja. Berapa kerugian dan kesia-siaan dari sepiring lontong kupang? Dari nelayan kupang, petani beras, bahan bakar untuk distribusi, bahan bakar untuk memasak, bumbu, air, dst. Belum lagi orang-orang kelaparan diluar sana yang nggak mampu beli makanan.

Tidak semua orang bisa menikmati makanan yang layak seperti yang kita makan. Di bumi bagian lain masih ada korban-korban perang yang tidak makan berhari-hari karena tidak ada suplai makanan, atau mungkin bapak-bapak penjual asongan pinggir jalan yang tertidur sambil menahan lapar. Bersyukurlah dengan makanan layak makan yang terhidang di piring adalah keharusan, di Filipina ada orang-orang yang mendaur ulang sampah fast food menjadi makanan kegemaran mereka. Simak video dibawah ya..


Nggak usah jauh-jauh ke negeri tetangga, anak bangsa kita masih ada yang terkena gizi buruk. Di zaman yang teknologi berkembang sungguh pesat, segalanya terasa mudah dan instan banyak anak-anak di negeri yang kaya ini kelaparan akibat kemiskinan. Suka sedih kalau bahas kaya gini, sekedar makan banyak saudara kita yang kesulitan, kerja keras pendapatan tak seberapa untuk kebutuhan hidup yang menghimpit jadi urusan gizi dan kenyang menjadi nomor kesekian bagi sebagian orang :(

Anak bangsa terkena gizi buruk
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20180418144828-106-291739/pbb-sebut-kasus-gizi-buruk-di-asmat-papua-insiden-tragis

Itu artikel di Papua yamg notabene akses memang susah, fasilitas terbatas, kurang dapat perhatian, jauh dari pusat pemerintahan, tapiii di tanah Jawa juga banyak kan? Anak-anak jalanan, anak-anak nelayan yang miskin :(

Syukuri apa yang kita dapatkan, termasuk sepiring atau berpiring-piring makanan yang terhidang untuk kita. Syukuri dengan cara habiskan makanan kita, bayangkan kalau anak-anak lapar tadi melihat piring penuh makanan kita masuk begitu saja ke tong sampah. Bayangkan petani yang lapar, melihat bulir-bulir beras yang disia-siakan. Bayangkan nelayan yang menggadaikan nyawa melihat hasil tangkapannya dibuang percuma. 

Bertanggung jawab sama makanan yang sudah kita ambil, kalau nggak kuat makan banyak ya jangan ambil banyak. Kalau emang porsi yang terhidang banyak, mungkin kamu bisa sharing sama temenmu yang kuat makan banyak, atau paling aman ya biasakan dirimu! Jangan kemaruk, lihat makanan banyak menggiurkan semuanya diambil, padahal nggak bisa ngabisin kalau gitu bisa dibilang malu-maluin!

Yuk belajar bareng nggak buang-buang makanan!

Roti-roti wangi  di etalase kaca mungkin cuma jadi properti di feeds intagrammu, tapi ceceran remahnya bisa jadi penyambung mimpi makhluk kecil yang menahan lapar.