Rabu, 31 Juli 2019

Catatan Harian #14

Akhir-akhir ini banyak sekali ribut ya.. Ada yang belum move on dari pilpres, ada yang ribut tentang masjid illuminati, yang paling baru tentang keributan karena ada ibu-ibu yang membawa anjing masuk masjid. Kalau kaya gini aku cuma  diem aja. Walaupun aku punya pendapatpun rasanya males ngungkapin ke publik. Males cerita kalau menurutku gini lho, atau bentuk keberpihakan terhadap salah satu pelaku. Males makin memperkeruh suasana, cukuplah ada yang ribut di kolom komentar medsos, grup-grup whatsapp.
.
.
.
.
Jadi malam tugas menulis ke 14 aku berniat membahas sesuatu yang cukup serius, tapi berhenti, mandeg satu paragraf diatas. Sepertinya ketiduran. Hari-hari setelah itu kebetulan sangat penuh, tidak cukup energi untuk terjaga lebih lama.

Jadi tidak ada catatan harian ke #15, #16, #17,...

Sayang sih, tapi yaudahlah (lagi-lagi ngasih excuse buat diri sendiri -_-)

Selasa, 02 Juli 2019

Catatan Harian #13 Kosong

Aku nggak tau harus nulis apa hari ini haha kayanya emang problem harian selain terlalu mengantuk. Tapi malam ini aku sempatkan menyeduh kopi, arabica yang fruity saya racik sembarangan dengan susu bubuk konsumsi sehari-hari. Enak sekali..

Mungkin aku perlu berpuisi, seperti hari-hari sebelum tantangan menulis 30 hari ini dimulai. Setiap perasaan ini datang, kosong. Menyianyiakan waktu dengan menjelajah toko online, menelusuri jejak-jejak manusia lain di dunia maya, menonton video di youtube alih-alih mengerjakan pekerjaan rumah atau membaca buku. Lalu berakhir dengan tidur yang muram.

Jadi mari berpuisi, bukan puisi deng.. sekedar kata-kata yang disusun sok puitis. Tidak bermakna dalam, jadi silakan persepsikan sesuka kalian :")

Sedikit perasaanku tertuang di bait puisi ini
Di cangkir kopi yang ku isi berulang kali
Aku dan kamu bukan sesuatu yang lekat
Hanya ditakdirkan saling mendekat
Datangmu mengayun bersama deru mesin memburu
Membebaskan debu-debu dari kerasnya tanah membatu
Bisakah kita bertukar cakap
Tak butuh banyak tatap
Agar aku bisa mencintai dengan bebas
Kau hanya mendekapnya lebih welas
(2/7/19-23:14)

Aku suka berkata-kata, tapi kata-kataku tidak terbaca. Menulis sekedar release perasaan-perasaan agar sedikit waras. Kadang memang sangat sesuai dengan isi hati. Kadang tidak juga. Seperti puisi diatas seperti manusia jatih cinta bagi sebagian orang, padahal tidak juga. Tapi banyak terinspirasi dari kehidupan pribadi.

Aku mengikut i tantangan ini salah salah satunya berusaha menuangkan karya-karya kecilku sehingga ada orang lain yang membacaya. Tapi malu juga sih tulisanmu dibaca orang asing.  Udah saja lah.. semoga puisi kh tadi bisa jadi inspirasi atau apapun yang kamu mau.

Minggu, 30 Juni 2019

Catatan Harian #11

Jadi aku skip catatan ke 10 karena aku terlalu mengantuk, kemarin malam minggu aku hanya ingin tidur lebih lama.

Hari ini kegiatanku mengikuti kegiatan orang tua. Alias menemani. Acara pagi kami pergi ke halal bi halal instansi tempat ibuku mengajar. Acara siang ada pengajian rutin kelompok haji orang tua. Sesuatu yang sama menariknya di kedua acara tersebut adalah anak-anak kecil yang masyaallah memperdengarkan hafalan al-qurannya yang udah buanyak. Ini sebuah tren positif, kalau zaman kuliah dulu pernah bahas juga tentang suatu tren keislaman yang junlahnya meningkat dari tahun ke tahun. Kalau dulu pas kuliah bahasnya tentang bagaimana keislaman mempengaruhi gaya hidup, branding produk, dsb. Hafalan al quran bukan sekedar gaya hidup menghafal al-quran menjadi visi akhirat juga. Untuk itu ini juga diterapkan menjadi salah satu kurikulum pendidikan di rumah maupun di sekolah.

Semua ingin mencetak hafidz quran, mereka berlomba-lomba mencarikan guru terbaik untuk anaknya lewat sekolah dan pondok yang terpercaya. Para orangtua dan aku sebagai calon orang tua tentunya ingin mendapat mahkota dan jubah kebesaran di akhirat kelak karena anak  menghafalkanal-Quran. Jadi ingat kemarin lusa pas ngikutin salah satu pembukaan rumah tahfidz di kota ku. Pengelola bercerita, dulu ketika dia ingin mrmasukkan anaknya ke pondok pesantren. Guru pesantren ini menanyakan alasan mengapa ia ingin anaknya masuk. Dia jawab intinya pengen mendapat kemuliaan di akhirat karena memiliki putra penghafal. Tapi omongannya dibalik sama ustadznya, kenapa dia sendiri tidak berusaha mebghafalkan untuk memuliakan kedua ortunya yang masih hidup.

Aku seringkali berpikir seperti itu, kalau punya anak inginnya hafal alquran juga. Tapi kok ya akunya nggak berusaha apa-apa. Hafalan dikit, ngaji ya biasa-biasa. Terlalu egois kata ustadznya gituuu...

Seneng lihat tren positif ini, semoga kebaikannya menular dan kebaikannya mrmasuki hati-hati kami.

Jumat, 28 Juni 2019

Catatan Harian #9 Mulai Berkawan

Aku merasa seringkali masih memelihara sifat tertutup. Tidak berarti sifat yang tertutup itu jelek. Contohnya yang sering saya lakukan yaitu membangun tembok pada sebuah hubungan baru. Aku nggak ngerti sih ini termasuk jaim atau jaga imej atau bukan. Kalau aku sih merasa ini buka jaim tapi berhati-hati wkwk.

Kakak laki-lakiku paling getol meledekku dasar 'ukhti-ukhti jaim'. Padahal cuma sekedar metasa tidak dekat jadi belum banyak sifat asli yang keluar. Aku pada dasarnya nyaman-nyaman saja berbicara dengan orang asing. Tapi,aku pasti membangun tembok dan aku nggak ingin orang ini melewati batas. Nggak papa sih melewati batas tapi pakai cara, nggak hars, butuh topik yang tepat mungkin agar aku bisa meruntuhkan tembokku ini. Alhasil pertemananku sangat sempit, but it's okay. Im not complaining. Eh, teman banyak tapi yang dekat sedikiit.

Tapi kayaknya aku emang perlu melonggarkan batasan. Seperti hari ini aku melatih berbicara lebih santai dengan orang lain walaupun itu urusan profesional. Pernah suatu kali ada seorang klien yang mrlemparkan candaan, tapi modeku saat itu adalah mode bekerja. Jadi pas dia lempar jokes aku cuma bisa meringis dan berhaha-hihi basa-basi. Saat itu diotakku cuma mikir "serius nih kamu ngomong kaya gitu, kita lagi transaksi lho. Apa kita cukup dekat untuk kamu lempar candaan?"

Hari ini aku merasa berhasil menaklukan diriku sendiri, bicara lebih santai kepada klien. Hari ini pula aku merasa bisa berbicara lepas bukan tentang pekerjaan pada rekan kerja selama 4 bulan terakhir. Benteng yang aku bangun akan ku runtuhkan sendiri, tepat pada waktunya :)


Kamis, 27 Juni 2019

Catatan Harian #8 Love Hate Relationship

Anak ayam yang ditolak oleh induknya kemarin, pagi ini resmi diberi nama. Gunhoo namanya. Mengambil dari nama salah satu peserta The Return of Superman (TROS) sebuah pertunjukan televisi asal Korea. Ibu yang beri nama. Ibu keracunan lihat TROS karena aku juga suka lihat. Acara yang menampilkan bagaimana para ayah mengasuh anak tanpa bantuan ibu dan orang lainnya sukses mencuri perhatian kami.

Aku dan ibuku memiliki hubungan yang menurutku rumit sebagai orang jawa. Budaya Jawa yang sopan tentu tidak akan memperkenankan berbicara sembarang kepada orang tua. Sedangkan aku kadang memakai nada bahasanya mamak beti asal Medan. Aku tidak terbiasa memakai bahasa jawa kromo, tingkatan tertinggi untuk berbicara dengan orang.

Kalau mengingat bagaimana hubungan kami, aku masih jauuuhhh dari dewasa. Ibuku yang perfeksionis dan konservatif sangat bertentangan dengan aku yang terlalu santai. Soal keenceran otak dan sudut pandang kadang membiat kami bersitegang. Ibuku yang lebih cerdas secara logika sering kali tidak sejalan pikir denganku ketika membahas sesuatu. Konflik-konflik semacam itu sering kali muncul dengan sifatku yang keras kepala.

Dipikir-pikir sebenarnya kami memiliki banyak kesamaan dan interest yang sama. Seperti soal selera soal keindahan, hiburan, cireng, hemat sumber daya yang beliau ajarkan, dll.

Aku ingin belajar berkomunikasi yang baik denganmu.. Maafkan aku ya!

Tertanda anakmu yang masih ngenyelan

Rabu, 26 Juni 2019

Catatan Harian #7 Kok Kamu Hitam?

Siang tadi nggak ada angin nggak ada hujan sebuah pertanyaan sederhana menyapa, " kok kamu hitam?"

Tanpa perasaan yang berat aku jawab, "ya udah dari lahir mau gimana?"

Dia mengoreksi, "bukan hitam, coklat muda.."

Percakapan selesai, saya nggak merasa tersinggung atau apapun. Sekedar tersentil wah bisa buat bahan tulisan nih, wkwk.

Mungkin dia hanya penasaran mengapa kulit saya menggelap, seperti rasa penasarannya ketika pipi saya merah ketika memakai riasan. Itu prasangka saya, saya malas ambil pusing dan terlalu malas menjelaskan kalau akhir-akhir ini wajah kurang terproteksi sunscreen dengan baik, bla bla bla.

Tapi bersikap masa bodoh dengan pertanyaan-pertanyaan ajaib dari para manusia ini butuh 'pelatihan'. Pelatihan tidak terbatas waktu, jadwal lulus tiap orang berbeda.

Saya ingat bagaimana dulu kalau warna kulit, warna rambut, hingga bentuk badanku di komentari orang. Saya berusaha melakukan sesuatu terhadap apa yang mereka bahas tentang tubuhku. Contohnya kalau ada yang komentar warna kulit yang gelap aku berusaha membuat terang. Seseorang juga berkomentar dengan salah satu anggota badanku sampai-sampai aku mengubah cara jalan. Itu dulu pas masih sekolah sekitar smp, susah deh pokoknya.

Alhamdulillah makin kesini makin kebuka wawasannya. Udah menerima bagaimana aku apa adanya. Tinggal upgrade aja lebih baik, dirawat, disayangi, nggak perlu diubah. Toh warna kulit terang di dunia tidak menjamin bercahaya di akhirat kan? Karena manusia tidak bisa dinilai dari kulit yang menyelimutinya.

Tadi sore baca ig story dr.Mita, SpKK tentang vitiligo. Kurang lebih isinya kaya gini, kematian vitiligo bukan karena penyakitnya tapi karena lisan orang-orang disekitarnya. Orang dengan vitiligo memiliki warna kulit yang tidak rata, beberapa bagian kehilangan pigmen. Dianggap tidak sama dengan yang lain, mereka seringkali dianggap karma dari pesugihan, penyakit menular, dll. Semua bener-bener bisa menjatuhkan kepercayaan diri sampai bisa depresi. Sedih banget.

Mulutmu harimaumu

Aku juga masih bermasalah dengan lisan, belum sempurna tentunya. Tapi belajar, belajar, belajar sampai mati. Terus pengen ngomong ke semua orang yang masih sering kena pertanyaan-pertanyaan ajaib ini kalau..

"Belum tentu yang mengataimu lebih berharga darimu. Mereka juga nggak super cantik atau ganteng sampai kalau jari kepotong nggak kerasa kalau lihat mereka, santai, chill aja.."

Selasa, 25 Juni 2019

Catatan Harian #6 Waktu Kritis

Aku nggak ngerti deh motivasiku ikut tantangan 30 hari menulis diary dari Nulis Yuk! itu apaan? Ternyata beraaaatttt kali. Sebenernya terlihat mudah, boleh nulis di platform manapun, minimal 200 kata, setiap hari hari setor sebelum pukul 12 malam. Tapi baru seminggu jalan aku udah gagal setor sekali. Hari ini nyaris gagal setor karena ketiduran, capek banget jadi belum sempat nulis.

Ini 8 menit sebelum waktu terakhir pengumpulan... Huft.

Aku juga mendapat tugas menulis dari kerabat. Suruh menulis silsilah keluarga. Belum tak kerjain, kebiasaan ngerjain sesuatu pas udah deadline. Habis nggak dikasih deadline sih mas, kan aku udah tanyain kemarin wkwk. Deadline seperti motivasi untuk meraih pencapaian menurutku. Seperti menyelesaikan sesuatu tepat waktu dan bisa beralih ke tugas lain.

Dasar aku!

Ada yang juga deadliner disini?

Apakah ini sudah 200 kata? Sepertinya belum sih, tapi nggak papa Tal... Mari kita buat kelonggaran-kelonggaran untuk diri sendiri :')