Minggu, 04 September 2016

International Hijab Solidarity Day, Kita Bicara di Indonesia

International Hijab Solidarity Day (IHSD) yang jatuh pada tanggal 4 September merupakan hari peringatan kepada para muslimah, bahwa banyak saudara-saudara muslimah kita dibelahan bumi yang lain tidak bisa memakai jilbabnya dengan tenang, ada larangan dari pemerintah, ada pandangan yang buruk terhadap perempuan berjilbab, dll.

Alhamdulillah, di Indonesia kita tercinta dengan ragam budaya sudah ramah dengan jilbab sendiri. Polisi wanita, karyawan biasa, siswi SMA, pegawai negeri, sudah banyak yang berjilbab. Tapi tau nggak sih, di balik itu semua ada perjuangan para pendahulu yang memperjuangkan helai kain penutup kepala ini.

Pada saat itu peraturan tentang seragam sekolah masih kaku, jilbab tidak sesuai dengan seragam sekolah, ia dianggap merupakan lambang dari kelompok politik atau gerakan tertentu yang akan mengganggu stabilitas politik dan ekonomi yang sedang diprogram pemerintah. Pada saat itu siswi berjilbab banyak menjadi korban karena tidak diperbolehkannya jilbab, bisa dipindah sekolah, skors, atau 'cuma' sindiran. Pada '90an pemakai jilbab di instusi pendidikan sudah mulai marak, namun beberapa halangan masih ada seperti dilarang memakai jilbab atau harus menampakkan telinga ketika foto ijazah. Karena ancaman susah mendapat perguruan tinggi atau susah mendapat pekerjaan, ada yang akhirnya ada tidak berjilbab ketika berfoto. Mendaftar pekerjaanpun membutuhkan kekuatan iman dan mental bagi pemakai jilbab, tentu saja banyak penolakan atau perintah melepas jilbab jika ingin bergabung di perusahaan ini itu.

Kalau dilihat di Indonesia saat ini, walaupun masih ada institusi yang tidak memperbolehkan jilbab, tapi secara umum sudah lebih baik daripada tahun-tahun yang lalu. Kalau udah ada lingkungan yang mendukung, pekerjaan mendukung jilbab, jilbab dengan berbagai bahan dan cara pakai masihkah ada alasan untuk nggak belajar pakai jilbab dengan benar?

Alhamdulillah, saya merasakan mudahnya memakai jilbab sekarang ini. Bahkan ketika foto ijazahpun, jilbab yang saya pakai masih bisa mengulur, bukan yang dililit di leher. Di Olimpiade Rio 2016 kemarin bahkan ada atlet yang berani berhijab.

Ketika kita di beri keleluasaan untuk berjilbab, #YukBerhijab dan jangan lupa beri dukungan terhadap saudara-saudara kita yang belum bisa berjilbab dengan terus menebar kebaikan, membuktikan bahwa Islam adalah agama yang damai dan penuh rahmat. Semoga jilbab menjadi hal yang akrab dan diterima dimanapun ya..

Nb. Tulisan ini bersumber dari bacaan penulis dan pengalaman pribadi :)


Rabu, 24 Agustus 2016

Menengok Saudara Primata di Waduk Jatibarang dan Goa Kreo

Mari kita mampir ke destinasi wisata di pinggiran Kota Semarang, tepatnya jalan menuju arah Boja, Kabupaten Kendal!
Kalau kamu bermukim di Semarang, teriknya matahari dan ributnya lalu lintas mungkin benar-benar susah dihindari. Tapi bersyukurlah, karena di sekitar Semarang itu lumayan banyak destinasi wisata yang bisa mengobati hari-hari lelahmu. Seperti di sini..

Waduk Jatibarang

Di sekitar Waduk Jatibarang dan Goa Kreo ini banyak banget monyet, menurut legenda yang tertulis disana keberadaan monyet-monyet itu berhubungan dengan Sunan Kalijaga yang sedang mencari kayu untuk dijadikan soko (tiang) masjid, namun tiga monyet yang membantu mengalirkan kayu ke tempat tujuan (aku lupa kemana) tidak boleh ikut lebih jauh. Ketiga monyet yang mempunyai warna berbeda ini diberi amanah untuk menjaga saja. Jadilah, di tempat ini banyak didirikan patung-patung monyet.

Biaya masuk ke area wisata ini super murah, saya dan seorang teman cukup membayar Rp 6000,00 include biaya parkir! Dan kabar baik untuk teman-teman yang belum pernah mengunjungi, area ini sedang dalam tahap renovasi jadi kedepannya pasti lebih baik lagi kan. Lahan parkir luas, dan muat buat bus besar, ada musola, toilet, dan area jual makanan. 

Suguhan pemandangan pertama adalah jembatan oranye yang cakep kontras sama warna hijaunya bukit dan birunya air. Jangan lupa foto-foto ya, tapi harus hati-hati sama monyet yang kadang suka ngerebut benda-benda yang kita pegang, terutama kalau kita bawa makanan. Juga waspada sama poop monyet yang betebaran hihi. Setelah jembatan baru mulai Goa Kreo nampak, saya kurang tertarik sejujurnya, karena kita cuma bisa melihat mulut gua. Di dalam gua tidak ada penerangan, dan ketika saya mencoba flash hanphone itu bener-bener nggak ngaruh, tetep gelap. Jadi saya meninggalkan gua yang dingin dan (sepertinya) rapuh sendirian. Lanjut jalan naik bukit, dan sampai atas pemandangannya cantik banget :)

Siapkan fisik ya kalau kamu mau bener-bener mengeksplor kawasan wisata ini, sebab track yang panjang dan naik turun cukup membuat lelah gumpalan lemak yang nggak pernah olahraga seperti saya ini. 

Namun, sangat disayangkan seperti biasa banyak tempat wisata di Indonesia yang nggak bersih. Sampah bececeran padahal udah disediakan tempat sampah lho, adapula coretan-coretan yang nggak nyeni di mana-mana. Kalau udah gini kita mau nyalahin siapa? Tempat wisata itu milik kita juga, jadi kita harus jaga kebersihan, jangan hobi nyampah, plus perbuatan vandal lainnya. Sehingga keindahan itu terjaga lama, anak turun kita masih bisa menikmati. yey

Kita bisa menyewa perahu di waduk ini, tapi tempatnya penyewaan lumayan jauh dari area wisata.






Senin, 04 Januari 2016

Hari Pertama 2016

Udah pernah dengar belum Pantai Sadeng di Gunungkidul, Jogjakarta?

Tanggal 1 Januari 2016, ketika matahari masih hangat, Bapak mengajak buat pergi sarapan, tapi bilang suruh bawa bekal minum sama makanan ringan plus mukena. Saya nggak yakin bakal pergi jauh, bisa jadi Bapak tiba-tiba unmood lalu habis sarapan balik lagi ke rumah. ß kejadian kaya gitu kerap terjadi -__-.

Setelah sarapan semangkuk besar Soto Lamongan, kami memutuskan berkendara ke arah Wonogiri karena jalanan Kota Solo sepi, tapi kita nggak tau mau kemana.

Saya lagi pengen makan ikan yang masih seger, terserah mau ikan air tawar apa air laut. Nah, disekitar waduk Gajah Mungkur biasanya banyak yang jual ikan, dari yang kecil-kecil sekuku sampai sebesar paha orang dewasa, tapi kalau masih pagi gini belum ada orang yang jual, apalagi ini tahun baru, mungkin orang-orang masih lelap pasca pesta-pesta semalam.

Lalu Bapak lanjut nyetir ke arah Pacitan. Tiba-tiba saya keinget sama Museum Karst Indonesia, dari pada ke Pacitan jauh-jauh ya. Mobil puter balik ke arah Pracimantoro.

Waktu nyari-nyari dimana museum karst berada, kami lihat plang Pantai Sadeng. Masuklah kita, perjalanan ini kita di suguhi pemandangan yang unik, gimana pohon-pohon jati daunnya habis dimakan ulat jati. Saking banyaknya ulat jati, banyak ulat hitam ini yang jatuh dan pecah mengenai kaca mobil, hiiyyy.

Pantai Sadeng itu kecil, lebih terkenal karena pelelangan ikannya. Harga ikannya murah, ikan Tuna Cuma 20k sekilo, ikan cakalang 17k. Ada pula cumi-cumi, lobster, ikan kecil-kecil. Ikannya masih seger, cara milih ikan itu bisa dilihat dari dalam insangnya masih merah, dan matanya ikan bening. Ibu beli ikan tuna sampai sepuluh kilo kali ya, untuk dibagi-bagi sama tetangga.








Habis puas makan, minum, dan foto-foto. Kami balik lagi, mau nyari Museum Karst. Tapi… ternyata ketika kami nanya, Museum Karst sudah kelewatan jauh. Oke, liburan di Museum lain kali ya.